Berwakaf di hari Jumat: Pahala Berlipat-lipat

Clara
5 min readSep 5, 2020
https://zakat.or.id/wakaf/

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya seutama-utama harimu adalah hari Jumat, dimana pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu ia mati, pada hari itu akan ditiup sangkakala, dan pada hari itu akan mati semua makhluk. Oleh karena itu, maka perbanyaklah membaca shalawat kepadaku pada hari itu”. Tentu sabda ini bagi sebagian besar muslim sudah tidak asing. Namun, informasi ini tentu perlu digaungkan lebih jauh. Hal ini karena, hari Jumat tergolong unik dalam Islam. Sehingga, ditelisik lebih jauh mengapa hari Jumat menjadi istimewa.

Dilansir dari nu.or.id dari segi penamaan, pilihan nama “Jumat” berbeda dari nama-nama hari lainnya. Kata “Jumat“ dalam Qamus Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Ma’ashir dapat dibaca dalam tiga bentuk: Jumu’ah, Jum’ah, dan Juma’ah, yang berarti berkumpul. Sementara hari-hari lain memiliki makna yang mirip dengan urutan angka hari dalam sepekan: Ahad (hari pertama), Isnain (hari kedua), tsulatsa (hari ketiga), arbi’a (hari keempat) dan khamis (hari kelima), serta sabt yang berakar kata dari sab’ah (hari ketujuh). Tentu saja lebih dari sekadar berkumpul, karena dalam syari’at, Jumat mendapatkan julukan sayyidul ayyâm atau rajanya hari. Dengan kata lain, Jumat menduduki posisi paling utama di antara hari-hari lainnya dalam sepekan.

Abu Bukair berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Muhammad dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil dari ‘Abdurrahman bin Yazid Al Anshari dari Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hari Jumʻat adalah sebaik-baik dan seagung-agung hari. Di sisi Allah ia lebih utama dari iedul adlha dan iedul fithri. Pada hari itu ada lima perkara (besar); pada hari itu Adam dicipta, hari itu ia diturunkan ke bumi, pada hari itu ia diwafatkan, pada hari itu kiamat tiba. Dan pada hari itu tidaklah malaikat, langit, bumi, angin, gunung dan laut kecuali takut karena keagungan hari Jumat. (HR. Ibnu Majah)

Hadits di atas menunjukkan peristiwa-peristiwa besar dalam peradaban manusia sejak awal penciptaan sampai dengan berakhirnya kehidupan dunia kelak berlangsung pada hari Jumat. Ini menunjukkan bahwa Jumat adalah hari yang terpilih, hari yang istimewa. Informasi ini agar seorang hamba mempersiapkan dirinya dengan amal shalih untuk memperoleh rahmat Allah dan terjauh dari siksaan-Nya.

Di antara kita terkadang lupa, keutamaan hari Jumat karena terdistraksi oleh rutinitas sehari-hari. Kesibukan yang melingkupi kita tiap hari sering membuat kita lengah sehingga menyamakan hari Jumat tak ubahnya hari-hari biasa lainnya. Padahal, di tiap tahun ada bulan-bulan utama, di tiap bulan ada hari-hari utama. Selain itu, dalam Bidâyatul Hidâyah, Imam Abu Hamid al-Ghazali menyebut hari Jumat sebagai hari raya kaum mukmin (‘îdul mu’minîn). Imam al-Ghazali bahkan menyarankan agar umat Islam mempersiapkan diri menyambut hari Jumat sejak hari Kamis.

Tidak hanya yang telah dijabarkan sebelumnya, keutamaan hari Jumat adalah hari yang tepat untuk memohon permintaan dan kebaikan yang akan dikabulkan Allah. “Hari paling baik dimana matahari terbit pada hari itu adalah hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin shalat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintannya.” (HR. Muslim)

Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari)

Karena itu patut bagi kita untuk meluangkan waktu sejenak untuk berkontemplasi, menaikkan kualitas ibadah kepada Allah, memperbaiki hubungan sosial, serta memperbanyak amal-amal sunnah lainnya. Keutaaman hari Jumat yang beragam, juga bisa menjadi momentum yang tepat bagi kita untuk memaksimalkan dalam membantu sosial di tengah ancaman resesi.

Salah satunya diutarakan Profesor Raditya Sukmana, salah satu Guru Besar Ekonomi Islam Universitas Airlangga.“Perilaku ekonomi ke depan tidak cukup hanya bertumpu pada mekanisme pasar, namun perlu ada penguatan pada aspek sosial kemasyarakatan. Hal ini mengingat kondisi pandemi ini mengajarkan bahwa ketika roda perekonomian tidak berjalan sebagaimana mestinya, perilaku gotong royong dan donasi sosial atau filantropi seperti zakat dan wakaf dapat menjadi solusi pemenuhan kebutuhan masyarakat di saat darurat, khususnya bagi kaum duafa,” tulisnya dalam artikel berjudul Wakaf Sebagai Kelaziman Baru.

Belakangan wakaf yang lumrahnya diketahui oleh masyarakat sebagai aset tak bergerak seperti masjid, kini diperkenalkan juga dalam bentuk uang atau tunai. Model wakaf ini baru dipraktikkan sejak awal abad kedua Hijriaah. Imam az Zuhri (wafat 124 H), salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits, memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Sederhananya praktik wakaf uang adalah dengan menyalurkan kas wakaf, baik individu maupun kolektif, kepada aktivitas-aktivitas bisnis. Keuntungan tersebut kemudian digunakan kepada segala sesuatu yang bermanfaat secara sosial keagamaan.

Di sisi religus, keutamaan wakaf juga sangat besar sama seperti keutamaan hari Jumat disbanding hari-hari lainnya. Nabi bersabda: “Ketika anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim). Menurut para ulama, sedekah jariyah dalam konteks hadis di atas, diarahkan kepada makna wakaf. Hal ini karena wakaf adalah satu-satunya bentuk sedekah yang dapat dimanfaatkan secara permanen oleh pihak penerimanya, sebab syariat memberi aturan agar benda yang diwakafkan dibekukan tasarufnya; murni untuk dimanfaatkan oleh pihak yang diberi wakaf.

Dari sabda Nabi tersebut, wakaf termasuk amal ibadah yang paling mulia bagi kaum muslim, yaitu berupa membelanjakan harta benda. Dianggap mulia, karena pahala amalan ini bukan hanya dipetik ketika pewakaf masih hidup, tetapi pahalanya juga tetap mengalir terus, meskipun pewakaf telah meninggal dunia. Bertambah banyak orang yang memanfaatkannya, bertambah pula pahalanya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra., bahwasannya Nabi Muhammad Saw., pernah bersabda; “Amal kebaikan itu akan berlipat ganda (pahalanya) pada hari Jum’at”. sementara dalam riwayat lain dari Ka’ab Ra., Nabi Muhammad Saw., juga pernah bersabda: “Pahala bersedekah akan berlipat-lipat ganda di hari Jum’at.” Semoga dengan kita memahami keutamaan hari Jumat dan keutamaan wakaf, kita bisa lebih bersemangat untuk memaksimalkan dalam melaksanakan amalan-amalan yang disyari’atkan agar bisa meraih keutamaan tersebut secara maksimal. []

source: dari berbagai sumber

--

--